SISTEM MUSKULOSKELETAL : FRAKTUR COLLUM FEMUR
BAB I
KONSEP DASAR
A. FRAKTUR COLLUM FEMUR
1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebakan oleh ruda paksa (Mansjoer. 2009 : 346).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Brunner & Suddart.2002 : 2357).
Fraktur adalah kerusakan pada kontinuitas tulang, terjadi bila tekanan yang ditempatkan pada tulang lebih besar dari yang dapat diabsorbsi tulang, tekanan dapat berupa mekanik (trauma) atau berhubungan dengan proses penyakit (palotologis) (Nettina, 2002 : 170).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa fraktur adalah kerusakan pada kontinuitas tulang atau diskontinuitas jaringan tulang yang disebabkan oleh tekanan berupa mekanik (trauma) atau ruda paksa atau berhubungan dengan proses penyakit (patologis).
2. Etiologi
Fraktur dapat terjadi karena beberapa faktor, meliputi: trauma kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian dengan posisi berdiri atau duduk sehingga terjadi fraktur tulang belakang, patologis: sering disebabkan oleh metastase dari tumor, degenerasi: terjadi karena proses kemunduran fisiologi dari jaringan tulang itu sendiri, spontan: terjadi karena tarikan otot yang sangat kuat (angulasi fraktur). Contoh: menendang bola (Corwin, 2001 : 298).
3. Patofisiologi
Fraktur sering terjadi pada tulang rangka, jika tulang mengalami fraktur, maka periosteum, pembuluh darah kortek morrow dan jaringan sekitarnya rusak. Terjadi pendarahan dan kerusakan jaringan di ujung tulang. Terbentuknya hematoma dikanal medulla, akan menyebabkan jaringan sekitar tulang akan mengalami kematian. Nekrosis jaringan ini merangsang kecenderungan untuk terjadi peradangan yang ditandai dengan vasodilatasi, pengeluaran plasma dan leukosit, serta infiltrasi dari sel-sel darah putih yang lain (Corwin, 2001: 299).
Klasifikasi fraktur dibagi dua menurut ada tidaknya hubungan tulang dengan dunia luar yaitu Fraktur tertutup bila tidak ada hubungan antara fragmen tulang denga dunia luar dan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan dikulit (Mansjoer, 2000: 346).
Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat (Gustilo, R: dalam Mansjoer, A. 2000: 346) yaitu : Derajat I luka kurang dari 1 cm, kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk, fraktur sederhana, transfersal, oblik atau komunitif ringan, kontaminasi minimal, derajat II luka ringan dari 1 cm, kerusakan jaringan lunak tidak luas, fraktur komunitif sedang, kontaminasi sedang, derajat III terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan neurovascular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat tiga terdiri atas jaringan lunak yang menutupi tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi luas atau fraktur segimental sangat komunikatif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat ukuran luka, kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau kontaminasi massif, luka pada pembulu arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.
4. Manifestasi klinis
Gambaran yang sering muncul pada klien dengan fraktur adalah Patah tulang traumatik dengan cidera jaringan lunak biasanya disertai nyeri. Setelah patah tulang dapat timbul spasme otot yang menambah rasa nyeri. Pada fraktur stress, nyeri biasanya timbul saat aktivitas dan hilang saat istirahat. Fraktur patologis mungkin tidak disertai nyeri, mungkin tampak jelas posisi tulang atau ekstremitas yang tidak alami, pembengkakan disekitar fraktur akan menyertai proses peradangan, dapat terjadi gangguan sensasi/rasa semutan yang mengisyaratkan kerusakan syaraf. Denyut nadi di bagian distal fraktur harus utuh dan setara dengan bagian non fraktur. Hilangnya denyut nadi di sebelah distal mengisyaratkan syok kompartemen, krepitus (suara gemeretak) dapat terdengar sewaktu tulang digerakkan akibat pergeseran ujung-ujung patahan tulang satu sama lain shok disebabkan karena rasa nyeri yang hebat, kehilangan darah, jaringan rusak, gambaran X-ray menentukan fraktur (Corwin, 2001: 299-300).
5. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan pada fraktur menurut Corwin 2001 meliputi :
a. Fraktur harus segera diimobilisasi agar hematom fraktur dapat terbentuk dan untuk memperkecil kerusakan.
b. Penyambungan kembali tulang (reduksi) penting dilakukan agar posisi dan rentang gerak normal pulih. Sebagian besar reduksi dapat dilakukan tanpa intervensi bedah (reduksi tertutup). Apabila diperlukan tindakan bedah untuk fiksasi (reduksi terbuka), dapat dipasang pen atau sekrup untuk mempertahankan sambungan. Mungkin diperlukan traksi untuk mempertahankan reduksi dan merangsang penyembuhan.
c. Imobilisasi jangka panjang perlu dilakukan setelah reduksi agar kalus dan tulang baru dapat terbentuk. Imobilisasi jangka panjang biasanya dilakukan dengan gips atau penggunaan belat (Corwin, 2001 : 300-301).
2. Proses penyembuhan tulang memiliki beberapa tahap diantaranya adalah
a. Hematoma: bekuan darah terbentuk pada daerah tersebut, akan membentuk jaringan.
b. Granulasi: dimana sel-sel pembentuk tulang primitive (losteogenik) berdiferensiasi menjadi kondroblast dan osteoblast.
c. Kalkus: kondroblas akan mensekresi fosfat yang merangsang deposisi kalsium. Terbentuklah lapisan tebal di sekitar lokasi fraktur. Lapisan ini terus menebal dan meluas, bertemu dengan lapisan kalkus dari fragmen satunya dan menyatu.
d. Penyembuhan fraktur berfungsi dari kedua fragmen terus berlanjut dengan terbentuknya trabekula oleh osteoblast, yang melekat pada tulang dan meluas menyebrangi lokasi fraktur. Persatuan tulang professional ini akan mengalami transformasi metaplastik untuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi. Kalus tulang akan mengalami penyembuhan.
e. Remodeling: dimana osteoblast akan membentuk tulang baru, sementara osteoblast akan menyingkirkan bagian yang rusak sehingga akan terbentuk tulang yang menyerupai tulang aslinya (Mansjoer, 2000).
3. Proses penanganan fraktur menurut Brunner dan Sudart 2002 meliputi
a). Rekognisi
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, jenis kekuatan yang berperan dan diskripsi tentang peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri, menentukan adanya kemungkinan fraktur. Fraktur bisa menyertai trauma. Karena itu sangat penting untuk melakukan pemeriksaan terhadap jalan nafas (airway), proses pernafasan (breathing), dan sirkulasi (cirkulation) apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan secara terperinci. Waktu terjadi kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian bila terdapat nyeri panjang sangat khas. Kripitasi menyebabkan perasaan seakan seperti ada dua amplas yang digesekan. Kerusakan jaringan lunak yang nyata dapat juga dijadikan petunjuk kemungkinan adanya fraktur. Lalu lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.
b). Reduksi
Reduksi adalah usaha tindakan manipulasi fragmen. Fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali seperti letak asalnya. Untuk mengurangi nyeri selama tindakan, penderita dapat diberi narkotika intravena, sedatif, atau blok syaraf lokal. Karena secara anastesi baru mencapai efek maksimum sudah beberapa menit, maka cukup ada untuk reevaluasi sifat-sifat cidera.
c). Retensi dan Reduksi
Sebagai aturan umum, gibs yang dipasang untuk mempertahankan reduksi harus melewati sendi diatas fraktur. Gibs sebaiknya tetap mulus tidak dilaminasi dan sesuai dengan geometri ekstremitas yang patah tersebut.
d). Rehabilitasi dan Kompleksi fraktur
Walaupun sebagian besar penderita patah tulang akan mengalami proses penyembuhan, segera dengan tehnik penatalaksanaan yang standar, tetapi ada sejumlah penderita yang mengalami cacat karena komplikasi yang timbul akibat cidera dan program penatalaksanaannya.
Tindakan pada fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin, penundaan waktu dapat mengakibatkan komplikasi infeksi. Waktu yang optimal untuk bertindak sebelum 6-7 jam (golden period). Berikan taksoid, anti tetanus serum (ATS), atau Tetanus Human Globulin. Berikan antibiotik untuk kuman positif dan negatif dengan dasar luka fraktur terbuka.
6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan yaitu rongten untuk menentukan lokasi, luasnya fraktur atau trauma. Scan tulang, homogram, ct scan, atau MRI untuk memperlihatkan fraktur, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. Arteriogram dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
Pemeriksaan laboratorium, hitung darah lengkap, hemoglobin, hematokrit, sel darah putih untuk mengetahui response stress normal setelah trauma dan darah kimia. Gula darah sewaktu untuk mengetahui kadar gula darah dalam darah.
7. Pathway
Sumber : Corwin, E.J, (2001: 298).
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Fokus pengkajian
Kebutuhan Dasar Manusia Menurut Unginia Handerson
a. Bernafas dengan normat
Perawat harus waspada terhadap tanda-tanda obsutruksi jalan nafas dansiap memberikan bantuan dalam keadaan apapun.
b. Kebutuhan akan nutrisi
Normal, kebutuhan nutrisi yang diperlukan pemilihan dan penyediaan makanan, perawat harus mengetahui kebiasaan , kepercayaan nutrisi.
c. Kebutuhan elementasi
Perawatan dasar meliputi semua saluran dan keadaan normalnya. Jarak waktu pengeluaran dan frekuensi pengeluaran yang meliputi keringat, udara yang keluar saat bernafas, menstrasi, muntah, buang air besar dan kecil.
d. Gerak keseimbangan tubuh
Perawat harus mengetahui tentang prinsip-prinsip keseimbangan tubuh, miring dan berstandar. Perawat harus bisa memberikan rasa nyaman dalam semua posisi dan tidak membiarkan berbaring terlalu lama pada satu posisi dan melindunginya selama sakit dan berhati-hati saat memindahkan dan mengangkat.
e. Kebutuhan istirahat dan tidur
Istirahat dan tidur sebagian tergantung pada relaksasi otot, untuk itu perawat harus mengetahui tentang pergerakan badan yang baik. Disamping itu juga dipengaruhi oleh emosi(stress), dimana stress bias merupakan keadaan potologis apabila ketegangan dapat diatasi atau tidak terkontrol dengan istirahat atau tidur secukupnya.
f. Kebutuhan Berpakaian
Perawatan dasar meliputi kebutuhan pasien memilihkan pakaian yang tepat dari pakaian yang tersedia dan membantu untuk memakainya.
g. Mempertahankan temperatur tubuh
Perawat harus mengatahui fisiologi panas dan bias mendorong kearah terciptanya keadaan panas maupun dingin dengan mengubah temperatur, kelembaban atau pergerakan udara, atau dengan motivasi pasien untuk meningkatkan atau mengurangi aktivitasnya. Menu makanan dan pakaian yang dikenakan juga mempengaruhi keadaan ini.
h. Kebutuhan atau personal hygiene
Konsep-konsep mengenai kebersihan berbeda tiap pasien tetap bersih terllepas dari besarnya badan pasien kedudukan, keadaan fisik dan jiwanya.
i. Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Dalam keadaan sehat setiap orang bebas mengontrol keadaan sekelilingnya atau mengubah keadaan itu bila beranggapan sudah tidak cocok lagi. Jika sakit sikap tersebut tidak dapat dilakukanya. Ketidak tahuan bias menimbulkan kekhawatiran yang tidak perlu baik dalam keadaan sehat maupun sakit.
j. Berkomunikasi dengan orang lain dan mengekspresikan emosi, keinginan rasa takut dan pendapat.
Keinginan, rasa takut dan pendapat dalam keadaan sehat tiap gerak emosi Nampak pada ekspresi fisik. Bertambah cepatnya denyut jantung atau pernafasan atau muka mendadak merah dan interpretasikan sebagai pernyataan jiwa / emosi. Tugas perawat disini adalah sebagai penerjemah dalam hubungan pasien dengan tim kesehatan lain dalam memajukan kesehatanya, membuat pasien mengerti diriny a sendiri, mengerti perlunya perubahan sikap yang memperburuk kesehatannya dan menerima keadaan yang tidak dapat diubah. Penetapan lingkungan yang terapeutik sangat membantu dalam hal ini.
k. Kebutuhan spiritual
Dalam memberikan perawatan dalam situasi apapun kebutuhan sporotual pasien harus dihormati dan perawat harus membantu dalam pemenuhan itu. Perawatan dan tim kesehatan lainya harus menyadari bahwa keyakinan, kepercayaan dan agama sangat berpengaruh terhadap upaya penyembuhan.
l. Kebutuhan bekerja
Sakit dapat menjadi lebih ringan apabila seseorang dapat terus bekerja. Rasa keberatan terhadap terapi bedres didasarkan pada meningkatnya perasaan tidak berguna karena tidak aktif. Rehabilitasi pada pasien berarti menempatkan kembali pada pekerjaanya yang produktif. Makin singkat waktu tidak bekerja makin mudah dilaksanakan.
m. Membutuhkan bermain dan rekreasi
Rasa sakit menyebabkan seseorang kehilangan kesempatan menikmati variasi dan udara segar serta rekreasi. Untuk itu perlu dipilihkan beberapa aktivitas yang sangat dipengaruhi oleh, jenis kelamin, umur, kecerdasan, pengalaman dan selera pasien kondisi serta keadaan penyakitnta
n. Kebutuhan belajar
Tugas perawat disini adalah membantu pasien belajar dalam mendorong usaha penyembuhan dan meningkatkan kesehatan, serta memperkuat dan mengikuti rencana terapy yang diberikan. Fungsi perawat disini adalah sebagai pendidik Nampak dalam pemberian bimbingan dengan memberikan contoh-contoh dan menjawab pertanyaan yang diajukan. Bimbingan belajar dapat dilakukan setiap saat ketika perawat memberikan asuhan
2. Diagnosa keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif.
b. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema dan cidera pada jaringan lunak, stress ansietas.
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal.
d. Gangguan pola tidur b.d nyeri.
e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, kerusakan kulit, kerusakan jaringan, prosedur invasif.
f. Kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka, bedah perbaikan, imobilisasi fisik, perubahan sensasi, sirkulasi.
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat, tidak mengenal informasi.
3. Intervensi keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif.
Tujuan tindakan keperawatan adalah kebutuhan cairan terpenuhi, tanda vital dalam batas normal, turgor kulit baik, membran mukosa lembab, produksi urine output seimbang dengan kriteria hasil pasien menunjukkan perbaikan keseimbangan cairan dibuktikan dengan haluaran urine adekuat dengan berat jenis normal, tanda vital stabil, membrane mukosa lembab, turgor kulit baik.
Intervensi untuk mengatasi diagnosa keperawatan ini meliputi, monitor tanda vital, monitor status nutrisi, monitor berat badan / hari, pertahankan intake dan output yang akurat, monitor status hidrasi (membran mukosa) yang adekuat, monitor intake dan output (Santosa,2006 : 179).
b. Nyeri akut b.d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema dan cidera pada jaringan lunak, stress ansietas,
Tujuan tindakan keperawatan adalah nyeri hilang atau berkurang dengan kriteria hasil menunjukan perasaan senang secara fisik dan psikologis, menunjukan tindakan untuk mengendaliakn nyeri, melaporkan dan menunjukan jumlah nyeri yang dirasakan.
Intervensi untuk mengatasi diagnosa keperawatan ini meliputi evaluasi keluhan nyeri atau ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan karakteristik, gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum menjadi berat, ajarkan penggunaan tehnik non farmakologi (distraksi relaksasi, kompres hangat atau dingin dan massase), kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan, pastikan pemberian analgesik prapenanganan / sebelum dilakukan prosedur yang menimbulkan nyeri (Wilkinson, 2007: 338).
c. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan musculoskeletal
Tujuan tindakan keperawatan adalah untuk menunjukan tingkat mobilitas paling tinggi yang mungkin dengan kriteria hasil mampu berjalan dari satu tempat ke tempat lain,menunjukan pergerakan sendi dengan gerakan atas inisistif sendiri, mampu melakukan pergerakan yang bermanfaat, mampu melakukan tugas fisik palig dasar dan aktifitas perawatan diri.
Intervensi untuk mengatasi diagnosa keperawatan ini adalah ajarkan pasien tentang dan pantau penggunaan alat bantu mobilitas, ajarkan dan bantu pasien dalam proses perpindahan, berikan penguatan positif selam aktifitas, ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif / pasif, ajarkan tehnik ambulasi dan perpindahan ynag aman, atur posisi pasien dengan postur tubuh yang benar, ubah posisi pasien yang imobilisasi minimal setiap dua jam, berdasarkan jadwal spesifik (Wilkinson, 2007: 303).
d. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan nyeri
Tujuan tindakan keperawatan adalah adanya keseimbangan optimal dari istirahat dan tidur dengan kriteria hasil menunjukan perasaan fisik dan psikologis yang nyaman, mengungkapkan kepuasan individu dengan kehidupan saat ini, menunjukan peningkatan pola tidur untuk pemulihan fisik dan mental.
Intervensi untuk mengatasi diagnosa keperawatan ini adalah pantau pola tidur pasien dan catat hubungan fakor-faktor fisik atau faktor-faktor psikologis yang dapat mengganggu pola tidur pasien, jelaskan pentingnya tidur yang adekuat selama sakit, hindari suara keras dan penggunaan lampu saat tidur malam, berikan lingkungan yang tenang, damai dan meminimalkan gangguan, lakukan pijatan yang nyaman, pengaturan posisi dan sentuhan afektif (Wilkinson, 2007: 474).
e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, kerusakan kulit, trauma jaringan, prosedur invasive
Tujuan tindakan keperawatan adalah agar faktor resiko infeksi akan hilang dengan kriteria hasil terbebas dari tanda / gejala infeksi, menunjukan higieni pribadi yang adekuat.
Intervensi untuk mengatasi diagnosa keperawatan ini adalah pantau tanda / gejala infeksi (suhu tubuh, denyut jantung, penampilan luka, lesi kulit, keletihan), pantau hasil laboratorium, instruksikan untuk menjaga hygiene pribadi untuk melindungi tubuh terhadap infeksi, ganti balutan setiap hari, berikan antibiotik bila diperlukan (Wilkinson, 2007: 261).
f. Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka, bedah perbaikan, imobilisasi fisik, perubahan sensasi, sirkulasi.
Tujuan tindakan keperawatan adalah menyatakan ketidaknyamanan hilang dengan kriteria hasil mempunyai kulit yang utuh, menunjukan rutinitas perawatan kulit yang efektif, mengingesti makanan secara adekuat untuk meningkatkan integritas kulit.
Intervensi untuk mengatasi diagnosa keperawatan ini adalah meminimalkan penekanan pada bagian-bagian tubuh, identifikasikan sumber penekanan dan friksi (gips, tempat tidur dan pakaian), inspeksi kulit diatas penonjolan tulang dan titik penekanan yang lain saat reposisi / minimal setiap hari, pantau kulit adanya ruam dan lecet, warna dan suhu, kelembapan dan kekeringan yang berlebihan, area kemerahan dan rusak, gunakan kasur penurun tekanan, pertahankan ftempat tidur bersih, kering dan bebas kerutan (Wilkinson, 2007: 465).
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, tidak mengenal informasi.
Tujuan tindakan keperawatan adalah agar pengetahuan pasien meningkat dengan kriteria hasil menyatakan pemahaman kondisi, prognosis dan pengobatan, melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi untuk mengatasi diagnosa keperawatan ini meliputi berikan pengajaran sesuai dengan tingkat pemahaman pasien, mengulang informasi bila diperlukan, sediakan waktu bagi pasien untuk menanyakan beberapa pertanyaan dan mendiskusikan permasalahannya, berikan informasikan dari sumber-sumber komunitas yang dapat menolong pasien dan mempertahankan program penanganannya (Wilkinson, 2007: 270).
BAB II
RESUME KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan oleh Nurhandini Vikasari pada tanggal 13 Juni 2011 pukul 13.00 WIB di Ruang Teratai kamar F1 RSUD Kebumen.
1. Identitas pasien
Pasien bernama Ny.Z umur 58 tahun, jenis kelamin perempuan, alamat Patuk Gawe Mulyo Mirit, Prembun, agama islam, pendidikan tidak sekolah, pekerjaan petani, suku bangsa Jawa, status perkawinan menikah. Pasien masuk pada tanggal 9 Juni 2011 dengan nomor RM 828840, dan diagnosa medis adalah Fraktuk Collum Femur.
Sebagai penanggung jawab pasien adalah Tn. S hubungan dengan pasien adalah suami, umur 55 tahun, pekerjaan petani, alamat Patuk Gawe Mulyo Mirit-Prembun, pendidikan tidak sekolah, agama islam, jenis kelamin laki-laki.
2. Riwayat Keperawatan
Pasien belum pernah dirawat di rumah sakit dan belum pernah mengalami sakit yang sama sebelumnya. Pasien dibawa ke IGD RSUD Kebumen pada tanggal 9 Juni 2011 dengan keluhan nyeri kaki kanan dari pinggul sampai lutut. Pasien mengatakan 5 hari sebelum masuk rumah sakit habis tersandung dan terjatuh dengan posisi duduk, setelah itu pasien tidak bias berjalan. Di IGD pasien mendapat terapi pemasangan infus RL 20 tpm ditangan kiri. Kemudian pasien dikirim ke bangsal kenanga. Di bangsal kenanga pasien mendapat terapi injeksi ketorolak dan rantin, obat oral neurodek, kalk, metilprednison.
Pada tanggal 11 Juni 2011 pasien dilakukan pemeriksaan Foto Rontgen, dan hasilnya fraktur complete collum femoris dextra. Kemudian pada tanggal 13 Juni 2011 pasien dipindah ke bangsal bedah yaitu bangsal teratai. Sebelum dipindah ke bangsal teratai pasien dilakukan pelapasan infuse karena flebitis, sehingga di bangsal teratai pasien hanya mendapat terapi obat oral yaitu kalk 1 x 1 tablet (2 mg), neurodek 2 x 1 tablet (2 mg) dan metilprednison 1 x 2 tablet (5 mg). Pasien mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit keturunan atau menular seperti DM, Hipertensi dan TBC.
3. Fokus pengkajian
Pada saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan nyeri pada kaki kanan, nyeri bertambah jika digerakkan dan berkurang jika dibawa nyantai dan tiduran, nyeri dirasa cekot-cekot, dalam sehari munculnya tidak pasti, nyeri dirasakan pada kaki kanan dari pinggul sampai ke lutut, skala nyeri 7 dari 1-10, nyeri dirasakan kurang lebih 30 menit, pasien tampak meringis kesakitan dan mengelus-elus kakinya yang sakit. Pasien mengatakan takut dioperasi karena takut sakit.
Pada saat pengkajian pada tanggal 13 Juni 2011 kesadaran umum pasien compos mentis, tanda-tanda vital tekanan darah 160/90 mmhg, nadi 86 x/menit, RR 22x/menit, Suhu 36 ºC. Pasien mendapat terapi obat oral kalk 1 x 1 tablet (2 mg) , neurodex 2 x 1 tablet (2 mg) , metilprednison 1 x 2 tablet (5 mg) .
Pola pengkajian fungsional dengan masalah pola aktivitas pasien dalam beraktivitas dibantu oleh keluarganya, aktivitas pasien terbatas karena nyeri pada kaki kanannya pasien hanya bisa duduk dan tiduran. Kebutuhan istirahat tidur pasien mengatakan bisa tidur hanya saja kalau nyerinya datang menjadi susah tidur, pasien tidur kurang lebih 6-7 jam perhari. Kebutuhan berpakaian pasien dalam berpakaian dibantu oleh keluarganya. Kebutuhan personal hygiene pasien mengatakan belum diseka, keramas dan gosok gigi sejak masuk rumah sakit. Kebutuhan belajar pasien tidak bersekolah, pasien bertanya-tanya pada perawat dan dokter tentang penyakit dan penatalaksanaannya.
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum pasien baik, kesadaran composmentis. Tekanan darah 160/90 mmhg, Nadi 86 x/menit, RR 22 x/menit, Suhu 36 ºC. Rambut tampak kotor, mulut pasien tampak kotor, telinga tampak agak kotor, ekstremitas atas dapat digerakkan dengan normal, tangan kanan bengkak karena flebitis, ekstremitas bawah aktivitas pasien terbatas karena terdapat fraktur di collum femurnya dan tampak bengkak pada paha kanannya, pasien tidak dapat berjalan.
Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 9 Juni 2011 HB : 11,8 g/dl, MCHC 30,6 g/dl, RDW 16,0 %, PLT 122 k/ul, GDS 124 mgr/%.
Hasil pemeriksaan rontgen pada tanggal 11 Juni 2011 didapatkan hasil terdapat fraktur complete collum femoris dextra.
Terapi yang diberikan yaitu pasien mendapat terapi obat oral kalk 1 x 1 tablet (2 mg), neurodex 2 x 1 tablet (2 mg) , metilprednison 1 x 2 tablet (5 mg) .
B. Analisa Data
Hasil analisa data dan prioritas diagnosa keperawatan pada tanggal 13 Juni 2011 pukul 13.00 WIB adalah pertama nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik akibat fraktur ditandai dengan pasien mengatakan nyeri pada kaki kanan, nyeri bertambah jika digerakkan dan berkurang jika dibawa nyantai dan tiduran, nyeri dirasa cekot-cekot, dalam sehari munculnya tidak pasti, nyeri dirasakan pada kaki kanan dari pinggul sampai ke lutut, skala nyeri 7 dari 1-10, nyeri dirasakan kurang lebih 30 menit, pasien tampak meringis kesakitan dan mengelus-elus kakinya yang sakit. Dengan tanda-tanda vital tekanan darah 160/90 mmhg, Nadi 86 x/menit, RR 22 x/menit, Suhu 36 ºC.
Kedua gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal dengan tanda-tanda pasien tidak dapat berjalan dan alih posisi karena jika digerakkan terasa nyeri, aktivitas pasien dibantu oleh keluarga, pasien hanya tiduran dan kadang duduk, ADL pasien dibantu oleh keluarga.
Ketiga defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai dengan pasien mengatakan belum diseka, keramas, dan gosok gigi sejak masuk rumah sakit, pasien tampak kotor, rambut kumal/kotor mulut tampak kotor, telinga pasien tampak agak kotor.
Keempat kurang pengetahuan tentang penyakit dan penatalaksanaan fraktur berhubungan dengan kurang informasi ditandai dengan pasien mengatakan takut dioperasi karena takut sakit dan belum tahu tentang penyakit dan penatalaksanaan untuk penyakitnya, pasien tampak cemas dan bertanya pada perawat dan dokter tentang penatalaksanaannya, pasien tidak bersekolah.
C. Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi
1. Nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik
Tujuannya yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri berkurang atau teratasi dengan kriteria hasil nyeri berkurang, klien tampak rileks dan nyaman.
Rencana keperawatan yaitu kaji penyebab nyeri, kaji skala nyeri, mengobservasi KU, observasi vital sign, berikan posisi yang nyaman, ajarkan teknik distraksi relaksasi dan nafas dalam, ajarkan teknik alih baring, ciptakan lingkungan yang nyaman, menganjurkan klien untuk istirahat.
Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan pada tanggal 13 Juni 2011 pada pukul 13.10 WIB adalah menganamnesa pasien, mengobservasi KU pasien : KU pasien cukup, memonitor vital sign : tekanan darah 160/90 mmhg, Nadi 86 x/menit, RR 22 x/menit, Suhu 36 ºC. Pukul 13.20 WIB mengkaji nyeri pasien : pasien mengatakan nyeri pada kaki kanan, nyeri bertambah jika digerakkan dan berkurang jika dibawa nyantai dan tiduran, nyeri dirasa cekot-cekot, dalam sehari munculnya tidak pasti, nyeri dirasakan pada kaki kanan dari pinggul sampai ke lutut, skala nyeri 7 dari 1-10, nyeri dirasakan kurang lebih 30 menit. Pada pukul 13.40 WIB mengajarkan tehnik nafas dalam, menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman.
Evaluasi pada tanggal 13 Juni 2011 pukul 20.45 WIB data subyektif pasien mengatakan masih nyeri tetapi sudah berkurang, skala nyeri turun dari 7 menjadi 5, data obyektif pasien tampak menahan nyeri, pasien tampak duduk sambil mengelus-elus kakinya yang sakit. Assesment maslah nyeri belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi : observasi Ku pasien, kaji nyeri pasien, monitor tanda-tanda vital, ajarkan teknik distraksi relaksasi dan nafas dalam, ciptakan lingkungan yang nyaman.
Pada hari selasa tanggal 14 Juni 2011 pada pukul 06.45 WIB adalah mengobservasi KU pasien : KU pasien cukup, mengkaji nyeri pasien : pasien mengatakan masih nyeri, skala nyeri 6. Pukul 07.10 WIB mengajarkan tehnik nafas dalam : pasien kooperatif. Pukul 11.10 WIB memonitor tanda-tanda vital : tekanan darah 120/80 mmhg, nadi 84 x/menit, RR 20 x/menit. Pukul 12.30 WIB menciptakan lingkungan yang nyaman dan memposisikan pasien senyaman mungkin : pasien merasa nyaman tiduran dengan posisi semifowler. Pukul 13.05 WIB menganjurkan pasien untuk istirahat : pasien kooperatif. Pukul 17.15 WIB memonitor tanda-tanda vital : tekanan darah 130/80 mmhg, nadi 84 x/menit, RR 20 x/menit.
Evaluasi pada hari selasa tanggal 14 Juni 2011 pukul 20.30 WIB data subyektif pasien mengatakan masih nyeri, skala nyeri 6, data obyektif pasien tampak menahan nyeri, pasien tampak tiduran sambil memegangi kakinya yang sakit. Assesment masalah nyeri belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi : observasi Ku pasien, kaji nyeri pasien, monitor tanda-tanda vital, ajarkan teknik distraksi relaksasi dan nafas dalam, ciptakan lingkungan yang nyaman.
Pada hari rabu tanggal 15 Juni 2011 pukul 07.00 WIB adalah mengobservasi KU pasien : KU pasien cukup, mengkaji nyeri : pasien mengatakan masih nyeri, skala nyeri 6. Menganjurkan pasien nafas dalam : pasien kooperatif. Pukul 08.40 WIB memposisikan pasien senyaman mungkin : pasien merasa nyaman posisi semifowler. Pukul 08.45 WIB mengajarkan tehnik distraksi relaksasi : pasien kooperatif, skala nyeri turun dari 6 menjadi 4. Pukul 11.30 WIB memonitor tanda-tanda vital : tekanan darah 130/80 mmhg, nadi 84 x/menit, RR 22 x/menit, Suhu 37 ºC.
Evaluasi pada hari rabu tanggal 15 Juni 2011 pukul 13.30 data subyektif pasien mengatakan nyerinya sudah berkurang, skala nyeri turun dari 6 menjadi 4, data obyektif pasien tampak lebih rileks. Assesment masalah nyeri belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi : observasi Ku pasien, kaji nyeri pasien, monitor tanda-tanda vital, ajarkan teknik distraksi relaksasi dan nafas dalam, ciptakan lingkungan yang nyaman.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal
Tujuannya yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan mobilitas fisik dapat diatasi dengan kriteria hasil kaki kanan pasien dapat digerakkan, pasien dapat melakukan aktifitas secara bertahap..
Rencana tindakan keperawatan yaitu pantau mobilitas fisik pasien, anjurkan pasien beraktivitas semampunya, bimbing pasien dengan latihan ambulasi dini, ganti posisi secara periodic,bantu pasien dalam beraktivitas seminimal mungkin, kolaborasi dengan fisioterapi.
Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan pada hari senin tanggal 13 Juni 2011 pada pukul 13.25 WIB yaitu mengkaji kemampuan aktivitas pasien : pasien mengatakan aktivitas pasien dibantu oleh keluarganya, pukul 13.30 WIB mengkaji mobilitas fisik pasien : pasien hanya bisa duduk, pasien tidak dapat berjalan, pukul 15.10 WIB membantu pasien BAK ditempat tidur menggunakan pispot : pasien dapat BAK dan merasa lega.
Evaluasi pada hari senin tanggal 13 Juni 2011 pukul 20.50 WIB data subyektif pasien mengatakan aktivitas dibantu oleh keluarganya, data obyektif pasien tampak duduk dan ADL dibantu oleh keluarga. Assesment masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi : pantau mobilitas fisik pasien, anjurkan pasien beraktivitas semampunya, bantu pasien dalam beraktivitas seminimal mungkin, berikan posisi senyaman mungkin.
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 14 Juni 2011 pukul 08.00 WIB membantu pasien minum obat : terapi obat oral masuk, pukul 10.40 WIB membantu pasien BAK ditempat tidur menggunakan pispot : pasien dapat BAK dan merasa lega, Pukul 12.30 WIB menciptakan lingkungan yang nyaman dan memposisikan pasien senyaman mungkin : pasien nyaman dengan posisi semi fowler, pukul 14.15 WIB membantu pasien minum obat : terapi obat oral masuk, pukul 17.00 WIB membantu aktivitas pasien : pasien kooperatif.
Evaluasi pada hari selasa tanggal 14 Juni 2011 pukul 20.35 WIB data subyektif pasien mengatakan aktifitas pasien masih dibantu oleh keluarganya, pasien hanya bisa duduk, data obyektif pasien tampak tiduran, ADL dibantu oleh keluarga. Assesment masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi : pantau mobilitas fisik pasien, anjurkan pasien beraktivitas semampunya, bantu pasien dalam beraktivitas seminimal mungkin, berikan posisi senyaman mungkin.
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari rabu tanggal 15 Juni 2011 pukul 07.15 WIB membantu pasien makan : pasien makan roti menghabiskan 1 bungkus, pukul 07.20 WIB membantu pasien minum obat : terapi obat oral masuk, 08.40 WIB memposisikan pasien senyaman mungkin : pasien nyaman dengan posisi semifowler. Memberikan informasi dan motifasi latihan gerak : pasien dan keluarga mengangguk dan mengatakan mengerti.
Evaluasi pada hari rabu tanggal 15 Juni 2011 pukul 13.35 WIB data subyektif pasien mengatakan belum bisa miring kanan dan kiri, aktivitas pasien masih dibantu, data obyektif pasien pasien hanya tiduran dan kadang-kadang duduk, ADL pasien dibantu keluarga. Assesment masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi : pantau mobilitas fisik pasien, anjurkan pasien beraktivitas semampunya, bantu pasien dalam beraktivitas seminimal mungkin, berikan posisi senyaman mungkin.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuannya yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan defisit perawatan diri pasien dapat teratasi dengan kriteria hasil personal hygiene pasien terpenuhi, pasien tampak bersih dan tampak lebih segar.
Rencana tindakan keperawatan yaitu kaji tingkat kemampuan dan tingkat kekurangan pasien untuk melakukan kebutuhan sehari-hari,hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan sendiri, tetapi berikan bantuan pada pasien sesuai kebutuhan, berikan umpan balik positif untuk setiap usaha yang dilakukan / keberhasilannya, gunakan alat bantu pribadi seperti pispot, kloset duduk lebih tinggi,kursi mandi pancuran,anjurkan keluarga untuk membantu personal hygiene pasien.
Tindakan yang sudah dilakukan pada hari selasa tanggal 14 Juni 2011 pukul 10.30 WIB membantu pasien mandi ditempat tidur : pasien kooperatif dan pasien merasa lebih segar, pukul 10.50 WIB membantu pasien BAK, pukul 16.15 WIB membantu pasien mandi ditempat tidur : pasien kooperatif. Memberikan penjelasan tentang pentingnya perawatan diri : pasien kooperatif.
Evaluasi pada hari selasa tanggal 14 Juni 2011 pukul 20.40 WIB data subyektif pasien mengatakan merasa lebih segar setelah diseka, data obyektif pasien tampak lebih segar dan bersih. Assesment masalah defisit perawatan diri sudah teratasi sebagian. Planning lanjutkan intervensi hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan sendiri, tetapi berikan bantuan pada pasien sesuai kebutuhan, berikan umpan balik positif untuk setiap usaha yang dilakukan / keberhasilannya, gunakan alat bantu pribadi seperti pispot, kloset duduk lebih tinggi,kursi mandi pancuran,anjurkan keluarga untuk membantu personal hygiene pasien.
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari rabu tanggal 15 Juni 2011 pada pukul 07.15 WIB membantu pasien mandi ditempat tidur : pasien kooperatif, membantu pasien ganti baju : pasien kooperatif, mengganti sprey pasien.
Evaluasi pada hari rabu tanggal 15 Juni 2011 pada pukul 13.40 WIB data subyektif pasien mengatakan sudah lebih segar karena sudah diseka dan ganti baju, data obyektif pasien tampak lebih segar dan rapih tetapi rambut pasien masih kumal karena belum dikeramas. Assesment masalah keperawatan defisit perawatan diri teratasi sebagian. Planning lanjutkan intervensi hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan sendiri, tetapi berikan bantuan pada pasien sesuai kebutuhan, berikan umpan balik positif untuk setiap usaha yang dilakukan / keberhasilannya, gunakan alat bantu pribadi seperti pispot, kloset duduk lebih tinggi,kursi mandi pancuran,anjurkan keluarga untuk membantu personal hygiene pasien.
4. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan penatalaksanaan fraktur berhubungan dengan kurang informasi.
Tujuannya yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dan keluarga mengerti / paham tentang penyakit yang diderita oleh pasien dengan kriteria hasil pasien dan keluarga tahu atau paham tentang penyait yang diderita oleh pasien, pasien dan keluarga dapat merawatnya.
Rencana tindakan pada tanggal 15 juni 2011 adalah kaji tingkat pengetahuan klien, memberikan informasi tentang fraktur dan penatalaksanaannya (penkesh), libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan.
Tindakan yang dilakukan pada tanggal 15 juni 2011 pukul 08.45 wib mengkaji tingkat pengetahuan klien, memberikan pendidikan kesehatan tentang fraktur dan penatalaksanaannya, 08.50 wib libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang akan dilakukan (keluarga kooperatif).
Evaluasi tindakan keperawatan pada tangal 15 juni 2011 pukul 13.45 WIB data subjektif keluarga dan pasien mengatakan sudah sedikit tenang karena sudah tahu tentang penyakitnya dan penatalaksanaannya, data objektif keluarga dan pasien tampak lebih tenang dan tidak banyak bertanya lagi. Assesment masalah kurang pengetahuan telah teratasi. Planing pertahankan intervensi.
Read more
KONSEP DASAR
A. FRAKTUR COLLUM FEMUR
1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebakan oleh ruda paksa (Mansjoer. 2009 : 346).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Brunner & Suddart.2002 : 2357).
Fraktur adalah kerusakan pada kontinuitas tulang, terjadi bila tekanan yang ditempatkan pada tulang lebih besar dari yang dapat diabsorbsi tulang, tekanan dapat berupa mekanik (trauma) atau berhubungan dengan proses penyakit (palotologis) (Nettina, 2002 : 170).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa fraktur adalah kerusakan pada kontinuitas tulang atau diskontinuitas jaringan tulang yang disebabkan oleh tekanan berupa mekanik (trauma) atau ruda paksa atau berhubungan dengan proses penyakit (patologis).
2. Etiologi
Fraktur dapat terjadi karena beberapa faktor, meliputi: trauma kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian dengan posisi berdiri atau duduk sehingga terjadi fraktur tulang belakang, patologis: sering disebabkan oleh metastase dari tumor, degenerasi: terjadi karena proses kemunduran fisiologi dari jaringan tulang itu sendiri, spontan: terjadi karena tarikan otot yang sangat kuat (angulasi fraktur). Contoh: menendang bola (Corwin, 2001 : 298).
3. Patofisiologi
Fraktur sering terjadi pada tulang rangka, jika tulang mengalami fraktur, maka periosteum, pembuluh darah kortek morrow dan jaringan sekitarnya rusak. Terjadi pendarahan dan kerusakan jaringan di ujung tulang. Terbentuknya hematoma dikanal medulla, akan menyebabkan jaringan sekitar tulang akan mengalami kematian. Nekrosis jaringan ini merangsang kecenderungan untuk terjadi peradangan yang ditandai dengan vasodilatasi, pengeluaran plasma dan leukosit, serta infiltrasi dari sel-sel darah putih yang lain (Corwin, 2001: 299).
Klasifikasi fraktur dibagi dua menurut ada tidaknya hubungan tulang dengan dunia luar yaitu Fraktur tertutup bila tidak ada hubungan antara fragmen tulang denga dunia luar dan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan dikulit (Mansjoer, 2000: 346).
Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat (Gustilo, R: dalam Mansjoer, A. 2000: 346) yaitu : Derajat I luka kurang dari 1 cm, kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk, fraktur sederhana, transfersal, oblik atau komunitif ringan, kontaminasi minimal, derajat II luka ringan dari 1 cm, kerusakan jaringan lunak tidak luas, fraktur komunitif sedang, kontaminasi sedang, derajat III terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot, dan neurovascular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat tiga terdiri atas jaringan lunak yang menutupi tulang adekuat, meskipun terdapat laserasi luas atau fraktur segimental sangat komunikatif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat ukuran luka, kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau kontaminasi massif, luka pada pembulu arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.
4. Manifestasi klinis
Gambaran yang sering muncul pada klien dengan fraktur adalah Patah tulang traumatik dengan cidera jaringan lunak biasanya disertai nyeri. Setelah patah tulang dapat timbul spasme otot yang menambah rasa nyeri. Pada fraktur stress, nyeri biasanya timbul saat aktivitas dan hilang saat istirahat. Fraktur patologis mungkin tidak disertai nyeri, mungkin tampak jelas posisi tulang atau ekstremitas yang tidak alami, pembengkakan disekitar fraktur akan menyertai proses peradangan, dapat terjadi gangguan sensasi/rasa semutan yang mengisyaratkan kerusakan syaraf. Denyut nadi di bagian distal fraktur harus utuh dan setara dengan bagian non fraktur. Hilangnya denyut nadi di sebelah distal mengisyaratkan syok kompartemen, krepitus (suara gemeretak) dapat terdengar sewaktu tulang digerakkan akibat pergeseran ujung-ujung patahan tulang satu sama lain shok disebabkan karena rasa nyeri yang hebat, kehilangan darah, jaringan rusak, gambaran X-ray menentukan fraktur (Corwin, 2001: 299-300).
5. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan pada fraktur menurut Corwin 2001 meliputi :
a. Fraktur harus segera diimobilisasi agar hematom fraktur dapat terbentuk dan untuk memperkecil kerusakan.
b. Penyambungan kembali tulang (reduksi) penting dilakukan agar posisi dan rentang gerak normal pulih. Sebagian besar reduksi dapat dilakukan tanpa intervensi bedah (reduksi tertutup). Apabila diperlukan tindakan bedah untuk fiksasi (reduksi terbuka), dapat dipasang pen atau sekrup untuk mempertahankan sambungan. Mungkin diperlukan traksi untuk mempertahankan reduksi dan merangsang penyembuhan.
c. Imobilisasi jangka panjang perlu dilakukan setelah reduksi agar kalus dan tulang baru dapat terbentuk. Imobilisasi jangka panjang biasanya dilakukan dengan gips atau penggunaan belat (Corwin, 2001 : 300-301).
2. Proses penyembuhan tulang memiliki beberapa tahap diantaranya adalah
a. Hematoma: bekuan darah terbentuk pada daerah tersebut, akan membentuk jaringan.
b. Granulasi: dimana sel-sel pembentuk tulang primitive (losteogenik) berdiferensiasi menjadi kondroblast dan osteoblast.
c. Kalkus: kondroblas akan mensekresi fosfat yang merangsang deposisi kalsium. Terbentuklah lapisan tebal di sekitar lokasi fraktur. Lapisan ini terus menebal dan meluas, bertemu dengan lapisan kalkus dari fragmen satunya dan menyatu.
d. Penyembuhan fraktur berfungsi dari kedua fragmen terus berlanjut dengan terbentuknya trabekula oleh osteoblast, yang melekat pada tulang dan meluas menyebrangi lokasi fraktur. Persatuan tulang professional ini akan mengalami transformasi metaplastik untuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi. Kalus tulang akan mengalami penyembuhan.
e. Remodeling: dimana osteoblast akan membentuk tulang baru, sementara osteoblast akan menyingkirkan bagian yang rusak sehingga akan terbentuk tulang yang menyerupai tulang aslinya (Mansjoer, 2000).
3. Proses penanganan fraktur menurut Brunner dan Sudart 2002 meliputi
a). Rekognisi
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, jenis kekuatan yang berperan dan diskripsi tentang peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri, menentukan adanya kemungkinan fraktur. Fraktur bisa menyertai trauma. Karena itu sangat penting untuk melakukan pemeriksaan terhadap jalan nafas (airway), proses pernafasan (breathing), dan sirkulasi (cirkulation) apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan secara terperinci. Waktu terjadi kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara cepat, singkat dan lengkap. Kemudian bila terdapat nyeri panjang sangat khas. Kripitasi menyebabkan perasaan seakan seperti ada dua amplas yang digesekan. Kerusakan jaringan lunak yang nyata dapat juga dijadikan petunjuk kemungkinan adanya fraktur. Lalu lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.
b). Reduksi
Reduksi adalah usaha tindakan manipulasi fragmen. Fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali seperti letak asalnya. Untuk mengurangi nyeri selama tindakan, penderita dapat diberi narkotika intravena, sedatif, atau blok syaraf lokal. Karena secara anastesi baru mencapai efek maksimum sudah beberapa menit, maka cukup ada untuk reevaluasi sifat-sifat cidera.
c). Retensi dan Reduksi
Sebagai aturan umum, gibs yang dipasang untuk mempertahankan reduksi harus melewati sendi diatas fraktur. Gibs sebaiknya tetap mulus tidak dilaminasi dan sesuai dengan geometri ekstremitas yang patah tersebut.
d). Rehabilitasi dan Kompleksi fraktur
Walaupun sebagian besar penderita patah tulang akan mengalami proses penyembuhan, segera dengan tehnik penatalaksanaan yang standar, tetapi ada sejumlah penderita yang mengalami cacat karena komplikasi yang timbul akibat cidera dan program penatalaksanaannya.
Tindakan pada fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin, penundaan waktu dapat mengakibatkan komplikasi infeksi. Waktu yang optimal untuk bertindak sebelum 6-7 jam (golden period). Berikan taksoid, anti tetanus serum (ATS), atau Tetanus Human Globulin. Berikan antibiotik untuk kuman positif dan negatif dengan dasar luka fraktur terbuka.
6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan yaitu rongten untuk menentukan lokasi, luasnya fraktur atau trauma. Scan tulang, homogram, ct scan, atau MRI untuk memperlihatkan fraktur, mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. Arteriogram dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
Pemeriksaan laboratorium, hitung darah lengkap, hemoglobin, hematokrit, sel darah putih untuk mengetahui response stress normal setelah trauma dan darah kimia. Gula darah sewaktu untuk mengetahui kadar gula darah dalam darah.
7. Pathway
Sumber : Corwin, E.J, (2001: 298).
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Fokus pengkajian
Kebutuhan Dasar Manusia Menurut Unginia Handerson
a. Bernafas dengan normat
Perawat harus waspada terhadap tanda-tanda obsutruksi jalan nafas dansiap memberikan bantuan dalam keadaan apapun.
b. Kebutuhan akan nutrisi
Normal, kebutuhan nutrisi yang diperlukan pemilihan dan penyediaan makanan, perawat harus mengetahui kebiasaan , kepercayaan nutrisi.
c. Kebutuhan elementasi
Perawatan dasar meliputi semua saluran dan keadaan normalnya. Jarak waktu pengeluaran dan frekuensi pengeluaran yang meliputi keringat, udara yang keluar saat bernafas, menstrasi, muntah, buang air besar dan kecil.
d. Gerak keseimbangan tubuh
Perawat harus mengetahui tentang prinsip-prinsip keseimbangan tubuh, miring dan berstandar. Perawat harus bisa memberikan rasa nyaman dalam semua posisi dan tidak membiarkan berbaring terlalu lama pada satu posisi dan melindunginya selama sakit dan berhati-hati saat memindahkan dan mengangkat.
e. Kebutuhan istirahat dan tidur
Istirahat dan tidur sebagian tergantung pada relaksasi otot, untuk itu perawat harus mengetahui tentang pergerakan badan yang baik. Disamping itu juga dipengaruhi oleh emosi(stress), dimana stress bias merupakan keadaan potologis apabila ketegangan dapat diatasi atau tidak terkontrol dengan istirahat atau tidur secukupnya.
f. Kebutuhan Berpakaian
Perawatan dasar meliputi kebutuhan pasien memilihkan pakaian yang tepat dari pakaian yang tersedia dan membantu untuk memakainya.
g. Mempertahankan temperatur tubuh
Perawat harus mengatahui fisiologi panas dan bias mendorong kearah terciptanya keadaan panas maupun dingin dengan mengubah temperatur, kelembaban atau pergerakan udara, atau dengan motivasi pasien untuk meningkatkan atau mengurangi aktivitasnya. Menu makanan dan pakaian yang dikenakan juga mempengaruhi keadaan ini.
h. Kebutuhan atau personal hygiene
Konsep-konsep mengenai kebersihan berbeda tiap pasien tetap bersih terllepas dari besarnya badan pasien kedudukan, keadaan fisik dan jiwanya.
i. Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Dalam keadaan sehat setiap orang bebas mengontrol keadaan sekelilingnya atau mengubah keadaan itu bila beranggapan sudah tidak cocok lagi. Jika sakit sikap tersebut tidak dapat dilakukanya. Ketidak tahuan bias menimbulkan kekhawatiran yang tidak perlu baik dalam keadaan sehat maupun sakit.
j. Berkomunikasi dengan orang lain dan mengekspresikan emosi, keinginan rasa takut dan pendapat.
Keinginan, rasa takut dan pendapat dalam keadaan sehat tiap gerak emosi Nampak pada ekspresi fisik. Bertambah cepatnya denyut jantung atau pernafasan atau muka mendadak merah dan interpretasikan sebagai pernyataan jiwa / emosi. Tugas perawat disini adalah sebagai penerjemah dalam hubungan pasien dengan tim kesehatan lain dalam memajukan kesehatanya, membuat pasien mengerti diriny a sendiri, mengerti perlunya perubahan sikap yang memperburuk kesehatannya dan menerima keadaan yang tidak dapat diubah. Penetapan lingkungan yang terapeutik sangat membantu dalam hal ini.
k. Kebutuhan spiritual
Dalam memberikan perawatan dalam situasi apapun kebutuhan sporotual pasien harus dihormati dan perawat harus membantu dalam pemenuhan itu. Perawatan dan tim kesehatan lainya harus menyadari bahwa keyakinan, kepercayaan dan agama sangat berpengaruh terhadap upaya penyembuhan.
l. Kebutuhan bekerja
Sakit dapat menjadi lebih ringan apabila seseorang dapat terus bekerja. Rasa keberatan terhadap terapi bedres didasarkan pada meningkatnya perasaan tidak berguna karena tidak aktif. Rehabilitasi pada pasien berarti menempatkan kembali pada pekerjaanya yang produktif. Makin singkat waktu tidak bekerja makin mudah dilaksanakan.
m. Membutuhkan bermain dan rekreasi
Rasa sakit menyebabkan seseorang kehilangan kesempatan menikmati variasi dan udara segar serta rekreasi. Untuk itu perlu dipilihkan beberapa aktivitas yang sangat dipengaruhi oleh, jenis kelamin, umur, kecerdasan, pengalaman dan selera pasien kondisi serta keadaan penyakitnta
n. Kebutuhan belajar
Tugas perawat disini adalah membantu pasien belajar dalam mendorong usaha penyembuhan dan meningkatkan kesehatan, serta memperkuat dan mengikuti rencana terapy yang diberikan. Fungsi perawat disini adalah sebagai pendidik Nampak dalam pemberian bimbingan dengan memberikan contoh-contoh dan menjawab pertanyaan yang diajukan. Bimbingan belajar dapat dilakukan setiap saat ketika perawat memberikan asuhan
2. Diagnosa keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif.
b. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema dan cidera pada jaringan lunak, stress ansietas.
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal.
d. Gangguan pola tidur b.d nyeri.
e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, kerusakan kulit, kerusakan jaringan, prosedur invasif.
f. Kerusakan integritas kulit / jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka, bedah perbaikan, imobilisasi fisik, perubahan sensasi, sirkulasi.
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan / mengingat, tidak mengenal informasi.
3. Intervensi keperawatan
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif.
Tujuan tindakan keperawatan adalah kebutuhan cairan terpenuhi, tanda vital dalam batas normal, turgor kulit baik, membran mukosa lembab, produksi urine output seimbang dengan kriteria hasil pasien menunjukkan perbaikan keseimbangan cairan dibuktikan dengan haluaran urine adekuat dengan berat jenis normal, tanda vital stabil, membrane mukosa lembab, turgor kulit baik.
Intervensi untuk mengatasi diagnosa keperawatan ini meliputi, monitor tanda vital, monitor status nutrisi, monitor berat badan / hari, pertahankan intake dan output yang akurat, monitor status hidrasi (membran mukosa) yang adekuat, monitor intake dan output (Santosa,2006 : 179).
b. Nyeri akut b.d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema dan cidera pada jaringan lunak, stress ansietas,
Tujuan tindakan keperawatan adalah nyeri hilang atau berkurang dengan kriteria hasil menunjukan perasaan senang secara fisik dan psikologis, menunjukan tindakan untuk mengendaliakn nyeri, melaporkan dan menunjukan jumlah nyeri yang dirasakan.
Intervensi untuk mengatasi diagnosa keperawatan ini meliputi evaluasi keluhan nyeri atau ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan karakteristik, gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum menjadi berat, ajarkan penggunaan tehnik non farmakologi (distraksi relaksasi, kompres hangat atau dingin dan massase), kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan, pastikan pemberian analgesik prapenanganan / sebelum dilakukan prosedur yang menimbulkan nyeri (Wilkinson, 2007: 338).
c. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan musculoskeletal
Tujuan tindakan keperawatan adalah untuk menunjukan tingkat mobilitas paling tinggi yang mungkin dengan kriteria hasil mampu berjalan dari satu tempat ke tempat lain,menunjukan pergerakan sendi dengan gerakan atas inisistif sendiri, mampu melakukan pergerakan yang bermanfaat, mampu melakukan tugas fisik palig dasar dan aktifitas perawatan diri.
Intervensi untuk mengatasi diagnosa keperawatan ini adalah ajarkan pasien tentang dan pantau penggunaan alat bantu mobilitas, ajarkan dan bantu pasien dalam proses perpindahan, berikan penguatan positif selam aktifitas, ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif / pasif, ajarkan tehnik ambulasi dan perpindahan ynag aman, atur posisi pasien dengan postur tubuh yang benar, ubah posisi pasien yang imobilisasi minimal setiap dua jam, berdasarkan jadwal spesifik (Wilkinson, 2007: 303).
d. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan nyeri
Tujuan tindakan keperawatan adalah adanya keseimbangan optimal dari istirahat dan tidur dengan kriteria hasil menunjukan perasaan fisik dan psikologis yang nyaman, mengungkapkan kepuasan individu dengan kehidupan saat ini, menunjukan peningkatan pola tidur untuk pemulihan fisik dan mental.
Intervensi untuk mengatasi diagnosa keperawatan ini adalah pantau pola tidur pasien dan catat hubungan fakor-faktor fisik atau faktor-faktor psikologis yang dapat mengganggu pola tidur pasien, jelaskan pentingnya tidur yang adekuat selama sakit, hindari suara keras dan penggunaan lampu saat tidur malam, berikan lingkungan yang tenang, damai dan meminimalkan gangguan, lakukan pijatan yang nyaman, pengaturan posisi dan sentuhan afektif (Wilkinson, 2007: 474).
e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, kerusakan kulit, trauma jaringan, prosedur invasive
Tujuan tindakan keperawatan adalah agar faktor resiko infeksi akan hilang dengan kriteria hasil terbebas dari tanda / gejala infeksi, menunjukan higieni pribadi yang adekuat.
Intervensi untuk mengatasi diagnosa keperawatan ini adalah pantau tanda / gejala infeksi (suhu tubuh, denyut jantung, penampilan luka, lesi kulit, keletihan), pantau hasil laboratorium, instruksikan untuk menjaga hygiene pribadi untuk melindungi tubuh terhadap infeksi, ganti balutan setiap hari, berikan antibiotik bila diperlukan (Wilkinson, 2007: 261).
f. Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka, bedah perbaikan, imobilisasi fisik, perubahan sensasi, sirkulasi.
Tujuan tindakan keperawatan adalah menyatakan ketidaknyamanan hilang dengan kriteria hasil mempunyai kulit yang utuh, menunjukan rutinitas perawatan kulit yang efektif, mengingesti makanan secara adekuat untuk meningkatkan integritas kulit.
Intervensi untuk mengatasi diagnosa keperawatan ini adalah meminimalkan penekanan pada bagian-bagian tubuh, identifikasikan sumber penekanan dan friksi (gips, tempat tidur dan pakaian), inspeksi kulit diatas penonjolan tulang dan titik penekanan yang lain saat reposisi / minimal setiap hari, pantau kulit adanya ruam dan lecet, warna dan suhu, kelembapan dan kekeringan yang berlebihan, area kemerahan dan rusak, gunakan kasur penurun tekanan, pertahankan ftempat tidur bersih, kering dan bebas kerutan (Wilkinson, 2007: 465).
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, tidak mengenal informasi.
Tujuan tindakan keperawatan adalah agar pengetahuan pasien meningkat dengan kriteria hasil menyatakan pemahaman kondisi, prognosis dan pengobatan, melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi untuk mengatasi diagnosa keperawatan ini meliputi berikan pengajaran sesuai dengan tingkat pemahaman pasien, mengulang informasi bila diperlukan, sediakan waktu bagi pasien untuk menanyakan beberapa pertanyaan dan mendiskusikan permasalahannya, berikan informasikan dari sumber-sumber komunitas yang dapat menolong pasien dan mempertahankan program penanganannya (Wilkinson, 2007: 270).
BAB II
RESUME KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan oleh Nurhandini Vikasari pada tanggal 13 Juni 2011 pukul 13.00 WIB di Ruang Teratai kamar F1 RSUD Kebumen.
1. Identitas pasien
Pasien bernama Ny.Z umur 58 tahun, jenis kelamin perempuan, alamat Patuk Gawe Mulyo Mirit, Prembun, agama islam, pendidikan tidak sekolah, pekerjaan petani, suku bangsa Jawa, status perkawinan menikah. Pasien masuk pada tanggal 9 Juni 2011 dengan nomor RM 828840, dan diagnosa medis adalah Fraktuk Collum Femur.
Sebagai penanggung jawab pasien adalah Tn. S hubungan dengan pasien adalah suami, umur 55 tahun, pekerjaan petani, alamat Patuk Gawe Mulyo Mirit-Prembun, pendidikan tidak sekolah, agama islam, jenis kelamin laki-laki.
2. Riwayat Keperawatan
Pasien belum pernah dirawat di rumah sakit dan belum pernah mengalami sakit yang sama sebelumnya. Pasien dibawa ke IGD RSUD Kebumen pada tanggal 9 Juni 2011 dengan keluhan nyeri kaki kanan dari pinggul sampai lutut. Pasien mengatakan 5 hari sebelum masuk rumah sakit habis tersandung dan terjatuh dengan posisi duduk, setelah itu pasien tidak bias berjalan. Di IGD pasien mendapat terapi pemasangan infus RL 20 tpm ditangan kiri. Kemudian pasien dikirim ke bangsal kenanga. Di bangsal kenanga pasien mendapat terapi injeksi ketorolak dan rantin, obat oral neurodek, kalk, metilprednison.
Pada tanggal 11 Juni 2011 pasien dilakukan pemeriksaan Foto Rontgen, dan hasilnya fraktur complete collum femoris dextra. Kemudian pada tanggal 13 Juni 2011 pasien dipindah ke bangsal bedah yaitu bangsal teratai. Sebelum dipindah ke bangsal teratai pasien dilakukan pelapasan infuse karena flebitis, sehingga di bangsal teratai pasien hanya mendapat terapi obat oral yaitu kalk 1 x 1 tablet (2 mg), neurodek 2 x 1 tablet (2 mg) dan metilprednison 1 x 2 tablet (5 mg). Pasien mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit keturunan atau menular seperti DM, Hipertensi dan TBC.
3. Fokus pengkajian
Pada saat dilakukan pengkajian pasien mengatakan nyeri pada kaki kanan, nyeri bertambah jika digerakkan dan berkurang jika dibawa nyantai dan tiduran, nyeri dirasa cekot-cekot, dalam sehari munculnya tidak pasti, nyeri dirasakan pada kaki kanan dari pinggul sampai ke lutut, skala nyeri 7 dari 1-10, nyeri dirasakan kurang lebih 30 menit, pasien tampak meringis kesakitan dan mengelus-elus kakinya yang sakit. Pasien mengatakan takut dioperasi karena takut sakit.
Pada saat pengkajian pada tanggal 13 Juni 2011 kesadaran umum pasien compos mentis, tanda-tanda vital tekanan darah 160/90 mmhg, nadi 86 x/menit, RR 22x/menit, Suhu 36 ºC. Pasien mendapat terapi obat oral kalk 1 x 1 tablet (2 mg) , neurodex 2 x 1 tablet (2 mg) , metilprednison 1 x 2 tablet (5 mg) .
Pola pengkajian fungsional dengan masalah pola aktivitas pasien dalam beraktivitas dibantu oleh keluarganya, aktivitas pasien terbatas karena nyeri pada kaki kanannya pasien hanya bisa duduk dan tiduran. Kebutuhan istirahat tidur pasien mengatakan bisa tidur hanya saja kalau nyerinya datang menjadi susah tidur, pasien tidur kurang lebih 6-7 jam perhari. Kebutuhan berpakaian pasien dalam berpakaian dibantu oleh keluarganya. Kebutuhan personal hygiene pasien mengatakan belum diseka, keramas dan gosok gigi sejak masuk rumah sakit. Kebutuhan belajar pasien tidak bersekolah, pasien bertanya-tanya pada perawat dan dokter tentang penyakit dan penatalaksanaannya.
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum pasien baik, kesadaran composmentis. Tekanan darah 160/90 mmhg, Nadi 86 x/menit, RR 22 x/menit, Suhu 36 ºC. Rambut tampak kotor, mulut pasien tampak kotor, telinga tampak agak kotor, ekstremitas atas dapat digerakkan dengan normal, tangan kanan bengkak karena flebitis, ekstremitas bawah aktivitas pasien terbatas karena terdapat fraktur di collum femurnya dan tampak bengkak pada paha kanannya, pasien tidak dapat berjalan.
Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 9 Juni 2011 HB : 11,8 g/dl, MCHC 30,6 g/dl, RDW 16,0 %, PLT 122 k/ul, GDS 124 mgr/%.
Hasil pemeriksaan rontgen pada tanggal 11 Juni 2011 didapatkan hasil terdapat fraktur complete collum femoris dextra.
Terapi yang diberikan yaitu pasien mendapat terapi obat oral kalk 1 x 1 tablet (2 mg), neurodex 2 x 1 tablet (2 mg) , metilprednison 1 x 2 tablet (5 mg) .
B. Analisa Data
Hasil analisa data dan prioritas diagnosa keperawatan pada tanggal 13 Juni 2011 pukul 13.00 WIB adalah pertama nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik akibat fraktur ditandai dengan pasien mengatakan nyeri pada kaki kanan, nyeri bertambah jika digerakkan dan berkurang jika dibawa nyantai dan tiduran, nyeri dirasa cekot-cekot, dalam sehari munculnya tidak pasti, nyeri dirasakan pada kaki kanan dari pinggul sampai ke lutut, skala nyeri 7 dari 1-10, nyeri dirasakan kurang lebih 30 menit, pasien tampak meringis kesakitan dan mengelus-elus kakinya yang sakit. Dengan tanda-tanda vital tekanan darah 160/90 mmhg, Nadi 86 x/menit, RR 22 x/menit, Suhu 36 ºC.
Kedua gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal dengan tanda-tanda pasien tidak dapat berjalan dan alih posisi karena jika digerakkan terasa nyeri, aktivitas pasien dibantu oleh keluarga, pasien hanya tiduran dan kadang duduk, ADL pasien dibantu oleh keluarga.
Ketiga defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai dengan pasien mengatakan belum diseka, keramas, dan gosok gigi sejak masuk rumah sakit, pasien tampak kotor, rambut kumal/kotor mulut tampak kotor, telinga pasien tampak agak kotor.
Keempat kurang pengetahuan tentang penyakit dan penatalaksanaan fraktur berhubungan dengan kurang informasi ditandai dengan pasien mengatakan takut dioperasi karena takut sakit dan belum tahu tentang penyakit dan penatalaksanaan untuk penyakitnya, pasien tampak cemas dan bertanya pada perawat dan dokter tentang penatalaksanaannya, pasien tidak bersekolah.
C. Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi
1. Nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik
Tujuannya yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri berkurang atau teratasi dengan kriteria hasil nyeri berkurang, klien tampak rileks dan nyaman.
Rencana keperawatan yaitu kaji penyebab nyeri, kaji skala nyeri, mengobservasi KU, observasi vital sign, berikan posisi yang nyaman, ajarkan teknik distraksi relaksasi dan nafas dalam, ajarkan teknik alih baring, ciptakan lingkungan yang nyaman, menganjurkan klien untuk istirahat.
Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan pada tanggal 13 Juni 2011 pada pukul 13.10 WIB adalah menganamnesa pasien, mengobservasi KU pasien : KU pasien cukup, memonitor vital sign : tekanan darah 160/90 mmhg, Nadi 86 x/menit, RR 22 x/menit, Suhu 36 ºC. Pukul 13.20 WIB mengkaji nyeri pasien : pasien mengatakan nyeri pada kaki kanan, nyeri bertambah jika digerakkan dan berkurang jika dibawa nyantai dan tiduran, nyeri dirasa cekot-cekot, dalam sehari munculnya tidak pasti, nyeri dirasakan pada kaki kanan dari pinggul sampai ke lutut, skala nyeri 7 dari 1-10, nyeri dirasakan kurang lebih 30 menit. Pada pukul 13.40 WIB mengajarkan tehnik nafas dalam, menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman.
Evaluasi pada tanggal 13 Juni 2011 pukul 20.45 WIB data subyektif pasien mengatakan masih nyeri tetapi sudah berkurang, skala nyeri turun dari 7 menjadi 5, data obyektif pasien tampak menahan nyeri, pasien tampak duduk sambil mengelus-elus kakinya yang sakit. Assesment maslah nyeri belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi : observasi Ku pasien, kaji nyeri pasien, monitor tanda-tanda vital, ajarkan teknik distraksi relaksasi dan nafas dalam, ciptakan lingkungan yang nyaman.
Pada hari selasa tanggal 14 Juni 2011 pada pukul 06.45 WIB adalah mengobservasi KU pasien : KU pasien cukup, mengkaji nyeri pasien : pasien mengatakan masih nyeri, skala nyeri 6. Pukul 07.10 WIB mengajarkan tehnik nafas dalam : pasien kooperatif. Pukul 11.10 WIB memonitor tanda-tanda vital : tekanan darah 120/80 mmhg, nadi 84 x/menit, RR 20 x/menit. Pukul 12.30 WIB menciptakan lingkungan yang nyaman dan memposisikan pasien senyaman mungkin : pasien merasa nyaman tiduran dengan posisi semifowler. Pukul 13.05 WIB menganjurkan pasien untuk istirahat : pasien kooperatif. Pukul 17.15 WIB memonitor tanda-tanda vital : tekanan darah 130/80 mmhg, nadi 84 x/menit, RR 20 x/menit.
Evaluasi pada hari selasa tanggal 14 Juni 2011 pukul 20.30 WIB data subyektif pasien mengatakan masih nyeri, skala nyeri 6, data obyektif pasien tampak menahan nyeri, pasien tampak tiduran sambil memegangi kakinya yang sakit. Assesment masalah nyeri belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi : observasi Ku pasien, kaji nyeri pasien, monitor tanda-tanda vital, ajarkan teknik distraksi relaksasi dan nafas dalam, ciptakan lingkungan yang nyaman.
Pada hari rabu tanggal 15 Juni 2011 pukul 07.00 WIB adalah mengobservasi KU pasien : KU pasien cukup, mengkaji nyeri : pasien mengatakan masih nyeri, skala nyeri 6. Menganjurkan pasien nafas dalam : pasien kooperatif. Pukul 08.40 WIB memposisikan pasien senyaman mungkin : pasien merasa nyaman posisi semifowler. Pukul 08.45 WIB mengajarkan tehnik distraksi relaksasi : pasien kooperatif, skala nyeri turun dari 6 menjadi 4. Pukul 11.30 WIB memonitor tanda-tanda vital : tekanan darah 130/80 mmhg, nadi 84 x/menit, RR 22 x/menit, Suhu 37 ºC.
Evaluasi pada hari rabu tanggal 15 Juni 2011 pukul 13.30 data subyektif pasien mengatakan nyerinya sudah berkurang, skala nyeri turun dari 6 menjadi 4, data obyektif pasien tampak lebih rileks. Assesment masalah nyeri belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi : observasi Ku pasien, kaji nyeri pasien, monitor tanda-tanda vital, ajarkan teknik distraksi relaksasi dan nafas dalam, ciptakan lingkungan yang nyaman.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal
Tujuannya yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan mobilitas fisik dapat diatasi dengan kriteria hasil kaki kanan pasien dapat digerakkan, pasien dapat melakukan aktifitas secara bertahap..
Rencana tindakan keperawatan yaitu pantau mobilitas fisik pasien, anjurkan pasien beraktivitas semampunya, bimbing pasien dengan latihan ambulasi dini, ganti posisi secara periodic,bantu pasien dalam beraktivitas seminimal mungkin, kolaborasi dengan fisioterapi.
Tindakan keperawatan yang sudah dilakukan pada hari senin tanggal 13 Juni 2011 pada pukul 13.25 WIB yaitu mengkaji kemampuan aktivitas pasien : pasien mengatakan aktivitas pasien dibantu oleh keluarganya, pukul 13.30 WIB mengkaji mobilitas fisik pasien : pasien hanya bisa duduk, pasien tidak dapat berjalan, pukul 15.10 WIB membantu pasien BAK ditempat tidur menggunakan pispot : pasien dapat BAK dan merasa lega.
Evaluasi pada hari senin tanggal 13 Juni 2011 pukul 20.50 WIB data subyektif pasien mengatakan aktivitas dibantu oleh keluarganya, data obyektif pasien tampak duduk dan ADL dibantu oleh keluarga. Assesment masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi : pantau mobilitas fisik pasien, anjurkan pasien beraktivitas semampunya, bantu pasien dalam beraktivitas seminimal mungkin, berikan posisi senyaman mungkin.
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 14 Juni 2011 pukul 08.00 WIB membantu pasien minum obat : terapi obat oral masuk, pukul 10.40 WIB membantu pasien BAK ditempat tidur menggunakan pispot : pasien dapat BAK dan merasa lega, Pukul 12.30 WIB menciptakan lingkungan yang nyaman dan memposisikan pasien senyaman mungkin : pasien nyaman dengan posisi semi fowler, pukul 14.15 WIB membantu pasien minum obat : terapi obat oral masuk, pukul 17.00 WIB membantu aktivitas pasien : pasien kooperatif.
Evaluasi pada hari selasa tanggal 14 Juni 2011 pukul 20.35 WIB data subyektif pasien mengatakan aktifitas pasien masih dibantu oleh keluarganya, pasien hanya bisa duduk, data obyektif pasien tampak tiduran, ADL dibantu oleh keluarga. Assesment masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi : pantau mobilitas fisik pasien, anjurkan pasien beraktivitas semampunya, bantu pasien dalam beraktivitas seminimal mungkin, berikan posisi senyaman mungkin.
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari rabu tanggal 15 Juni 2011 pukul 07.15 WIB membantu pasien makan : pasien makan roti menghabiskan 1 bungkus, pukul 07.20 WIB membantu pasien minum obat : terapi obat oral masuk, 08.40 WIB memposisikan pasien senyaman mungkin : pasien nyaman dengan posisi semifowler. Memberikan informasi dan motifasi latihan gerak : pasien dan keluarga mengangguk dan mengatakan mengerti.
Evaluasi pada hari rabu tanggal 15 Juni 2011 pukul 13.35 WIB data subyektif pasien mengatakan belum bisa miring kanan dan kiri, aktivitas pasien masih dibantu, data obyektif pasien pasien hanya tiduran dan kadang-kadang duduk, ADL pasien dibantu keluarga. Assesment masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi : pantau mobilitas fisik pasien, anjurkan pasien beraktivitas semampunya, bantu pasien dalam beraktivitas seminimal mungkin, berikan posisi senyaman mungkin.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuannya yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan defisit perawatan diri pasien dapat teratasi dengan kriteria hasil personal hygiene pasien terpenuhi, pasien tampak bersih dan tampak lebih segar.
Rencana tindakan keperawatan yaitu kaji tingkat kemampuan dan tingkat kekurangan pasien untuk melakukan kebutuhan sehari-hari,hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan sendiri, tetapi berikan bantuan pada pasien sesuai kebutuhan, berikan umpan balik positif untuk setiap usaha yang dilakukan / keberhasilannya, gunakan alat bantu pribadi seperti pispot, kloset duduk lebih tinggi,kursi mandi pancuran,anjurkan keluarga untuk membantu personal hygiene pasien.
Tindakan yang sudah dilakukan pada hari selasa tanggal 14 Juni 2011 pukul 10.30 WIB membantu pasien mandi ditempat tidur : pasien kooperatif dan pasien merasa lebih segar, pukul 10.50 WIB membantu pasien BAK, pukul 16.15 WIB membantu pasien mandi ditempat tidur : pasien kooperatif. Memberikan penjelasan tentang pentingnya perawatan diri : pasien kooperatif.
Evaluasi pada hari selasa tanggal 14 Juni 2011 pukul 20.40 WIB data subyektif pasien mengatakan merasa lebih segar setelah diseka, data obyektif pasien tampak lebih segar dan bersih. Assesment masalah defisit perawatan diri sudah teratasi sebagian. Planning lanjutkan intervensi hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan sendiri, tetapi berikan bantuan pada pasien sesuai kebutuhan, berikan umpan balik positif untuk setiap usaha yang dilakukan / keberhasilannya, gunakan alat bantu pribadi seperti pispot, kloset duduk lebih tinggi,kursi mandi pancuran,anjurkan keluarga untuk membantu personal hygiene pasien.
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada hari rabu tanggal 15 Juni 2011 pada pukul 07.15 WIB membantu pasien mandi ditempat tidur : pasien kooperatif, membantu pasien ganti baju : pasien kooperatif, mengganti sprey pasien.
Evaluasi pada hari rabu tanggal 15 Juni 2011 pada pukul 13.40 WIB data subyektif pasien mengatakan sudah lebih segar karena sudah diseka dan ganti baju, data obyektif pasien tampak lebih segar dan rapih tetapi rambut pasien masih kumal karena belum dikeramas. Assesment masalah keperawatan defisit perawatan diri teratasi sebagian. Planning lanjutkan intervensi hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan sendiri, tetapi berikan bantuan pada pasien sesuai kebutuhan, berikan umpan balik positif untuk setiap usaha yang dilakukan / keberhasilannya, gunakan alat bantu pribadi seperti pispot, kloset duduk lebih tinggi,kursi mandi pancuran,anjurkan keluarga untuk membantu personal hygiene pasien.
4. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan penatalaksanaan fraktur berhubungan dengan kurang informasi.
Tujuannya yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dan keluarga mengerti / paham tentang penyakit yang diderita oleh pasien dengan kriteria hasil pasien dan keluarga tahu atau paham tentang penyait yang diderita oleh pasien, pasien dan keluarga dapat merawatnya.
Rencana tindakan pada tanggal 15 juni 2011 adalah kaji tingkat pengetahuan klien, memberikan informasi tentang fraktur dan penatalaksanaannya (penkesh), libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan.
Tindakan yang dilakukan pada tanggal 15 juni 2011 pukul 08.45 wib mengkaji tingkat pengetahuan klien, memberikan pendidikan kesehatan tentang fraktur dan penatalaksanaannya, 08.50 wib libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang akan dilakukan (keluarga kooperatif).
Evaluasi tindakan keperawatan pada tangal 15 juni 2011 pukul 13.45 WIB data subjektif keluarga dan pasien mengatakan sudah sedikit tenang karena sudah tahu tentang penyakitnya dan penatalaksanaannya, data objektif keluarga dan pasien tampak lebih tenang dan tidak banyak bertanya lagi. Assesment masalah kurang pengetahuan telah teratasi. Planing pertahankan intervensi.